Angin sore
menerpa wajahku yang sedang asyik-asyiknya melamunkan hal yang ga tau kenapa
bisa aku lamunin. Hal ini udah bikin aku galau belakangan ini. Ya, apa lagi
kalau bukan jatuh cinta. Jatuh cinta udah ngebuat aku kaya orang bego.
Tiap kali
aku makan, wajah dia selalu terbayang-bayang, tiap aku bangun pagi yang
biasanya males banget, pas ingat dia jadinya semangat banget. Dia sebenernya
adalah salah satu sahabat aku di
sekolah, kami berempat bersahabat aku , Wita, Widia , Anto, dan Dul orang yang
selama ini aku suka.
Sejak aku SMP
aku mulai menyukai dia, dia sahabat yang baik, humoris, dan termasuk anak yang
cerdas. Walaupun kami bersahabat, kami sering berantem, sampai- sampai
ngerusakin sapu di sekolah karena perbuatanku dan Dul.
“Braakkk!”
suara itu mengejutkan aku yang sedang asik mengobrol dengan Wita, ada seorang
laki-laki brpostur tubuh tinggi didepanku, Dul ternyata. Dia terburu-buru
karena memang bel masuk kelas sudah berbunyi. “Aku gak terlambat kan?” sambil
terengah-engah dan membiarkan sepedanya tergeletak. “Oh, gak kok, santai aja!”
jawab Wita meringis.
Siang saat
istirahat, aku dan Dul berantem gara-gara rebutan buku. Karena Dul oarang yang
gak mau ngalah walaupun sama cewek, dia mengajak aku berantem pakai sapu, dan
akhirya sapu yang dia pakai patah.
“
Sukuriin, patah kan jadinya. Cepet benerin sebelum ada orang tahu, bisa bahaya
nanti,” kataku cemas. Dia tak memperdulikan sapu yang sudah dia buat patah
menjadi dua bagian. “Ahh males, nanti
kalau ketahuan tinggal ganti rugi, susah amat. Udah deh, kita ke kantin aja,
gak usah diributin lagi, ini buku kamu dulu aja yang baca, nanti baru kamu
kasih ke aku,” katanya bijak. Wajar dia seperti itu, karena dia termasuk anak
orang kaya. “Tumben kamu bisa ngalah?” tanyaku heran. Dia hanya tersenyum manis
yang membuat aku melayang-layang. Memang surga dunia.
Dua bulan
sebelum ujian nasional Sekolah Dasar, kita jadi sering belajar bareng, karena
sore harinya di sekolah ada les rutin untuk mempersiapkan ujian bulan depan.
Banyak tingkah yang dia lakukan untuk membuat kami gak tegang menghadapi ujian.
Tapi yang gak aku suka Widia sering curi- curi pandang sama Dul.
Pada saat
try out aku dan Dul satu ruangan, dan dia banyak membantuku saat aku sudah
menyerah mengahadi soal-soal itu. Sama dengan waktu ujian nasional tiba, di
juga membantuku. Saat pengumuman tiba, aku mendapat juara pertama, Wita
mendapat juara kedua, dan Dul mendapat juara ketiganya. Aku sangat
berterimakasih atas bantuan Dul, walaupun itu membuat dia tidak jadi yang
pertama.
“Selamat
ya, kamu memang hebat!’’ kata Dul sembari menjulurkan tangannya tanda minta
bersalaman denganku. “Ah, gak usah berlebihan, ini juga berkat bantuan kamu,
makasih ya!” jawabku sambil tersenyum. “Manis!” katanya lirih. “Apa Dul? Kamu
tadi bilang apa?” aku jadi bengong dengernya. “Oo.. gak apa-apa kok!” jawabnya
malu dan langsung kabur aja.
Tak berapa
lama kemudian , ada pendaftaran SMP. Aku dan sahabat-sahabatku berniat akan
mendaftar di sekolah yang sama. Kami berangkat bersama dengan teman teman yang
lain juga, kami berharap bisa masuk ke sekolah yang sama, dan kalau bisa di
kelas yang sama. Pendaftaran tahap pertama dan kedua selesai. Dan pada saat
pengumuman aku cemas banget, dan ternyata aku dan sahabat-sahabatku berada di
kelas yang berbeda.
“Yaah
kepisah deh kita,” kata Widia dan Wita. Dan Anto hanya mengangguk tanda
menyetujui. Aku satu kelas dengan temenku yang lain yang dulu satu kelas juga
sama aku waktu SD. Aku dan Dul pun juga begitu. “ya sudahlah gak apa-apa, kan
kita juga masih bisa ketemu,” kata Dul bijak.
Beberapa
bulan di sekolah baru, ya cukup menikmati, aku menemukan teman baru, begitu
pula Dul dan teman-temanku yang lain. Tapi kita masih berteman akrab, karena
pas pulang sekolah, kita pulang bareng-bareng.
Aku dan
Dul gak semakin jauh, malah semakin dekat. Dia sering sms aku, tapi anehnya
lagi kata-kata dia bagus banget. Pada suatu malam, tepatnya malam minggu, Dul
menyatakan cintanya ke aku, aku awalnya gak percaya. “Dul kamu gak lagi mabuk
kan?” tanyaku, memang gak mungkin sih dia mabuk, tapi dia aneh banget. “Gak
lah, aku serius, aku ngerasa beda kalau deket kamu, kalau ngobrol nyambung, aku
nyaman deket kamu,” jelasnya. Sebenarnya aku pengen nerimanya malam itu juga,
tapi biar agak jual mahal sedikit aku minta waktu 3 hari untuk menjawabnya.
Akhirnya hari
yang ditunggu datang juga, aku menjawab pernyataan cinta Dul. Aku menerimanya.
“Makasih Dev, aku seneng banget, aku gak nyangka bakalan seperti ini,” katanya
kegirangan. Walaupun katanya cinta monyet, tapi aku seneng ngejalaninnya. Kita
saling memuji satu sama lain, saling merayu, dan yang penting kita pacaran
secara sehat. Dan dia suka aku apa adanya bukan ada apanya.
Aku
menikmati hari-hari bersamanya. Walaupun dia anaknya agak sedikit cuek, tapi sebenernya
dia sangat perhatian sama orang lain. Apalagi sama perempuan. Dia begitu bisa
mengharagai perempuan. Dibalik sifat cuek dan dinginnya itu ternyata dia sangat
care sama semua orang.
Suatu hari
ada yang aneh, seperti ada yang dia tutupi dariku. “Dev, kamu kenal Wisa kan?”
tanyanya membuat aku curiga. “Iya, teman sekelasmu itu kan? Memangnya kenapa?”
timpalku. “ Dia suka sama kamu kayaknya, dari tadi dia ngeliatin kamu, seolah
gak sadar aku ada didekatnya,” tanyanya sedikit seperti menginterogasi. “Biarin
aja!” jawabku seperti tak peduli. “Maksud kamu?” tanyanya lagi. “ Iya biarain
aja, kan dia yang suka, bukan aku. Yang penting kamu jangan berantem sama dia,
tanya aja baik-baik,” jawabku sembari menenangkan Dul yang agak sedikit emosi.
Memang
kecurigaan Dul ada benarnya, aku juga merasa sering ada yang merhatiin aku
kalau pas di sekolah. Wisa juga sering sms aku dengan kata yang cukup puitis,
yang pasti membuat para cewek klepek-klepek. Kecuali aku, karena sudah ada Dul
yang mengisi hati ini.
Gak banyak
orang yang tahu, sekalipun orang tua kita tentang hubungan ini, bahasa kerennya backstreet. Kita takut kalau mereka
tahu, mereka bakalan marah dan fasilitas yang diberikan orang tuaku diambil.
Sahabat-sahabatku aku suruh tutup mulut soal hubungan ini. Walaupun dulu Ayahku
pernah tidak sengaja bicara sama dia kalau dia harus menjagaku di sekolah. Di
sekolahan pun kita jarang ketemu, karena takut kalau ketahuan guru kalau kita
pacaran. Takut diskorsing trus orang tua kita dipanggil, itu yang paling bahaya.
Semakin
hari kesibukan-kesibukan membuat kita jarang ketemu dan jarang telefon. Dia
sering protes kenapa aku sekarang cuek dan jarang banget hubungin dia. “Dev,
kenapa kamu sekarang berubah? Kamu udah jarang hubungin aku!” tanyanya memelas.
“Maaf Dul, aku lagi sibuk banget akhir-akhir ini, aku harap kamu
mengerti,”pintaku. “Iya deh, asal kamu nggak macem-macem, dan jangan sia-siakan
kepercayaan aku. “Siap boz!” jawabku tegas.
Sudah
tidak ragu lagi, kamu memang yang terbaik untuk saat ini. Aku suka kamu apa
adanya dan begitu pula dia. Dia membuat aku semangat menjalani hari-hariku, dia
sangat menghargai wanita sebagai mana mestinya. Aku beruntung mendapatkannya,
karena dia begitu indah.
Itu cerita buatan aku sendiri , agak sedikit fiksi juga sih tapi agak non fiksi juga :p